My Dream Journey


Rabu, 17 Desember 2014

RUMAH: SEKOLAH ETIKA TANPA BIAYA

Etika tak pernah ada di dalam daftar mata pelajaran,
Pun tak ada peraturan atau undang-undang yang mengaturnya
Padahal etika harus jadi pedoman hidup manusia,
dan awalnya justru  kita dapatkan dari ruang keluarga...


Dalam sebuah kejadian di lingkungan saya bekerja baru-baru ini tiba-tiba kata 'etika' menjadi sebuah trending topic. Sikap etis, dan tidak etis jadi perbincangan. "Kelakuan itu tidak etis, melanggar etika," kata saya. Tapi kemudian yang lain menyanggah, "Apa sih yang salah dari tindakan itu?" "Etika apa yang dilanggar?"

Perbedaan itulah yang menggoda saya untuk menulis catatan kecil ini, sebagai reminder kepada diri sendiri, terutama untuk bahan perenungan dalam mendidik anak-anak sebelum terlambat. Etika, mengatur perilaku manusia secara normatif. Yang mana yang sebaiknya dilakukan, dan yang mana yang tidak patut dilakukan. Dan yang saya tulis ini lebih condong ke etika yang mengatur interaksi antar manusia.

Berawal Dari Rumah
Melanggar etika pergaulan bukanlah kejahatan, bahkan kata pelanggaran pun hanya dirasakan oleh sebagian orang yang mengerti etika, yang tak mengerti, yaaa.. tak pernah tahu kalau tindakan itu telah melanggar asas kepatutan.

Masalahnya lagi, belum ada sekolah yang mengajarkan etika,  terutama yang mengatur hubungan sosial antar manusia ini. Tidak ada rapor yang berisi nilai kkm yang menentukan seseorang itu mengerti etika atau tidak. Pelajaran etika pertama kali biasanya kita dapat dari rumah. Saat balita, ibu atau bapak yang biasanya mengajarkan bagaimana mengucapkan terima kasih saat kita diberi mainan, atau selesai disuapi atau bahkan usai dibersihkan setelah buang air. Mengucapkan tolong ketika kita butuh bantuan, mengambil buku yang terlalu tinggi, misalkan, atau saat minta bibi gorengin ceplok telor. Lalu kita juga diajari mengucapkan kata maaf ketika melakukan kesalahan, dan belajar berpamitan dengan dadah dan kissbye saat akan pergi, atau mengucapkan salam Assalamualaikum saat masuk ke rumah. Tentunya dengan cara berbeda di setiap keluarga.

Ajaran orang tua kita dahulu tersebut menjadi warisan penting dibawa saat kita dewasa. Bedanya ketika dewasa, tanpa bahasa verbal pun kita bisa menjadi orang yang tahu berterima kasih, mudah menyesali perbuatan jika kita bersalah, bersopan santun saat mohon bantuan, serta selalu berusaha berpamitan dengan baik.

Kata terima kasih, maaf, tolong dan berpamitan adalah etika pertama dalam hidup manusia, yang akan dibawa hingga saat kematian. Jika kelak di hari akhir kita tak sempat mengucapkan kata terima kasih (atas kebaikan), mohon maaf (atas segala salah dan khilaf), minta tolong (antarkan saya dengan doa) dan berpamitan kepada mereka yang masih hidup, keluarga lah yang pasti akan menyampaikannya... Subhanallah.


Lalu salahkah jika ada orang yang tak bisa mengucapkan terima kasih sepanjang hidupnya? Mungkin tidak salah. Atau kita punya teman atau atasan  yang tak pernah bisa berkata 'tolong' di setiap perintahnya. Salahkah dia? Belum tentu salah. Jika keluarganya dulu tak mengajarkan etika berterima kasih atau minta tolong kepada orang lain, pasti dia tak pernah menyadari kalau dua kata itu penting, dan sebetulnya akan lebih memuluskan langkahnya di tengah masyarakat.


Dari rumah saya juga belajar etika soal uang. Kecurangan mendapatkan atau menggunakan uang tidak pernah ditolerir dalam keluarga. Jadi hingga saya sudah setua ini (kebetulan sejalan dengan teman2 kerja satu team), tidak pernah mau menerima (apalagi meminta) komisi dari artis, talent atau supplier yang kami ajak kerja sama. Perilaku mark up pun bukan lingkup pekerjaan kami. Biarlah orang bilang kami bodoh dalam hal ini, tapi itulah salah satu etika kerja yang kami miliki.

Pelajaran etika lain yang juga penting buat saya, tapi mungkin tidak penting buat orang lain adalah dulu ibu saya tidak pernah mau mengambil/menerima pembantu yang keluar dari rumah tetangga. Sebutuh-butuhnya kami pada pembantu, tak pernah ada keinginan kami untuk membujuk pembantu tetangga pindah ke rumah. Boro-boro membujuk, ketika pembantu tetangga itu minta kerjaan dengan alasan majikannya pelit dan cerewet, ibu bisa langsung menuntup pintu selamanya untuk dia. Yang paling penting, katanya, menjaga hubungan baik dengan tetangga mengalahkan kebutuhan kami akan kehadiran seorang pembantu. Nah, jika kejadiannya dibalik, bagaimana jika pembantu kami yang mau pindah ke tempat tetangga karena iming-iming gaji yang lebih besar? Entah bagaimana perasaan kecewa ibu --baik ke mantan pembantu maupun pada si tetangga-- kalau itu terjadi, karena memang kami tidak pernah mengalaminya. Selama saya hidup, pembantu di rumah hanya pergi karena dia menikah, punya anak yang tak bisa ditinggal, pulang karena sepuh, atau dipulangkan ke kampungnya karena ketahuan mencuri uang.

Itulah etika yang saya amati dari ibu saat masih kecil, yang ternyata bisa terus diterapkan dalam kehidupan sehari hari. Banyak lagi hal-hal lain yang kita pelajari, misalnya bagaimana bergantian berbagi tugas antar saudara atau keluarga (mengajari teamwork), bagaimana menyelesaikan pertengkaran, bagaimana menyiasati makanan yang sedikit agar bisa dibagi 5 dengan rata (ini mungkin tak dialami oleh keluarga berada), bagaimana kakak terbesar harus mengayomi adik-adiknya, dan sebagainya. Begitulah etika, pada awalnya memang dipelajari dari rumah masing-masing. Beruntunglah anak-anak yang mendapat pelajaran etika secara cuma-cuma dari ruang keluarga, dia tak perlu susah belajar saat dewasa atau harus mengalami banyak benturan terlebih dahulu di luar rumah.

Satu contoh saja, karena dulu selalu melihat ibu membayar sesuatu --entah itu uang iuran RT, uang sampah atau gaji pembantu-- memakai amplop, maka saya pun melakukan hal yang sama. Gaji sopir, gaji pembantu, THR untuk para satpam, bahkan uang koran yang hanya sebulan Rp 200.000,-, semua saya masukan dalam amplop. Jadi ketika suatu saat ada orang yang membayar honor menulis dengan lembaran uang yang dikeluarkannya dari dompet, lalu menyodorkan kepada saya di depan banyak orang seperti dia membayar tiket bioskop, terhina banget rasanya. "Ngga tahu etika ni orang," gerutu saya. Setelah itu saya tak pernah lagi mau menulis untuk dia. Padahal bagi orang tersebut, membayar honor seperti itu pasti biasa saja. "Kan yang penting saya bayar, tohk!" begitu mungkin pikirnya.

Melihat orang-orang tak mengerti etika pasti sudah sering kita alami. Orang yang membuang plastik bekas makanan dari jendela mobilnya, guru yang tanpa rasa sungkan meminta hadiah kepada murid-muridnyanya sebelum membagi rapor, dokter yang jam prakteknya tertulis pk 17.00-19.00 tapi baru datang pk 8 malam,   seseorang yang menyerobot antrean tanpa rasa bersalah, juga orang yang berebut kursi dengan wanita hamil atau orang tua, serta orang yang parkir seenaknya di depan gerbang rumah orang lain.

Jika tak berurusan langsung, dan kebanyakan dari kita tak ingin mencari ribut, jarang kita menegur orang tak beretika tersebut. Paling hanya bisa mengurut dada sambil sumpah serapah dalam hati. Berbeda jika sikap tidak etis seseorang tersebut langsung mengecewakan atau menyinggung perasaan, sebagian orang yang asertif pasti menegurnya. Kalau saya, biasanya tak ingin kembali berhubungan dan punya urusan lagi dengan orang-orang seperti itu. Apalagi tak pernah ada sepotong kata 'maaf' dari mulutnya. Hmm....

Selain dari rumah, belajar etika yang mengatur interaksi antar manusia kemudian banyak kita dapatkan dari lingkungan tempat kita tumbuh.  Di sekolah, di organisasi, di lingkungan pecinta alam, atau di sekelompok komunitas. Prinsipnya hampir sama:  jangan menyakiti jika tak ingin disakiti. Jangan mengecewakan, jika tak siap untuk kecewa. Saat kita melakukan kesalahan, segera lah minta maaf. Tak minta maaf juga tak apa-apa sih, tapi selain feeling guilty yang akan terus terbawa, sangsi sosial pasti akan kita dapatkan. Tak diajak main, dimusuhi, diasingkan, atau dicibir dari belakang.

Mengambil pacar dari sahabat kita sendiri, patut atau tidak? Bagi sebagian orang akan bilang, "Yaaa gpp, yang penting kan sudah putus!"  Tapi bagi orang lain, haram hukumnya mengambil --apa lagi menyerobot-- pacar dari sahabatnya sendiri. Kalau sudah saling cinta bagaimana? Kalau ternyata itu jodo bagaimana? Tetap ada etika yang mengaturnya. Bicaralah baik-baik! Selesaikan hubungan yang pertama, baru bina yang berikut. Persahabatan akan berantakan? Sudah pasti!

Its not just about the money
Persoalan etis/tidak etis banyak datang dari ranah tempat berkarya. Kami adalah team kreatif yang bekerja freelance di banyak tempat. Kebanyakan kami bekerja sebagai pihak ke-3. Artinya pihak ke 2 yang mengajak kami bekerja, dengan pekerjaan yang diberikan oleh pihak pertama.

Pada pelaksanaannya di lapangan seringkali kami harus berurusan langsung dengan pihak pertama. Karena dia yang punya uang, dia yang ingin dibuatkan acara dengan bentuk tertentu, atau pihak pertama itu ingin berdiskusi atau membriefing langsung kami para pekerja di lapangan.

Bukan sekali dua kali kami mendapat tawaran pekerjaan dari pihak 1 (di belakang pihak 2 yang membawa kami), tapi tak ada satu pun yang saya gubris. Kenapa? Karena begitulah menurut saya cara menjaga etika di dunia kerja. Kepercayaan menjadi modal utama.

Saya merasa tidak patut menerima kerjaan yang ditawarkan pihak pertama tanpa sepengetahuan pihak ke-2. Pun ketika kami sudah tak ada hubungan dengan pihak ke-2, berpamitan adalah sebuah tatakrama yang wajib dilakukan. Jadi buat kami, adalah tidak beretika jika kami diam-diam menerima kerjaan dari pihak pertama, dan sangat tidak mungkin jika kami yang justru meminta-minta kerjaan pada mereka. Oh no way! 

Saat freelance di RCTI pun saya pernah diajak langsung oleh pihak sponsor untuk mengerjakan program yang hampir sama, namun akan tayang di tv lain. Tentunya dengan iming-iming pemasukan yang lebih besar karena saya dibayar sebagai production house bukan hanya sebagai team kreatif. Saya tolak ajakan mereka dengan halus. "Kurang etis pak mengerjakan program hampir sama begini di tv lain. Saya ngga enak sama RCTI," kata saya saat itu. Pihak sponsor itu bingung, "Lhoo kalian kan hanya freelance harusnya bisa dong mengerjakan di tv mana saja??"  Its not just about the money, Pak! Lalu beliau pun pergi, dan bekerja dengan team baru membuat acara yang hampir sama di tv lain. Saya? Tak pernah sekali pun menyesali telah mengambil keputusan tersebut, meski harus kehilangan kesempatan mendapatkan job.

Masih di urusan pekerjaan, meski saya dan team memiliki hubungan yang dekat dengan para seleb atau pembawa acara, bisa bbm-an dan sms-an kapan saja, namun jika ada pekerjaan kami selalu menghormati keberadaan Manager mereka masing-masing (jika ada). Dealing honor kami lakukan dengan manager si artis, tak pernah langsung potong kompas ke si Artis dengan harapan dapat harga lebih murah. Demikian adalah salah satu etika dalam menghormati sebuah profesi.

Nah, sebuah perilaku itu disebut ber-etika atau tidak memang hanya diri sendiri yang memiliki standarnya. Kita pun tak bisa memaksakan kepada orang lain, bahwa apa yang dilakukan itu patut atau tidak. Nilai kepatutan diukur oleh hati nurani sendiri. Hanya menjadi normatif ketika banyak yang sepakat bahwa sebuah tindakan masuk kategori tidak etis.
 
Mungkin banyak tindakan yang menurut saya tidak etis, tidak patut, tapi buat orang lain biasa saja. Ini beberapa diantara yang saya pelajari dari ruang keluarga...

1.  Tidak mengambil menerima pembantu dari tetangga sebelah. Apalagi kalau dia keluar dengan cara yang kurang baik.
2.  Tidak boleh meminta uang kepada ayah untuk membeli barang, kemudian minta juga kepada ibu untuk barang yang sama, tanpa konfirmasi kepada mereka
berdua.
3.  Tidak boleh membujuk Ibu untuk memberi bagian makanan yg lebih banyak dibanding porsi saudara-saudara lain, disaat mereka belum pulang sekolah.
4. Jika berbagi makanan, anak yang membagi harus mengambil bagiannya belakangan.
5. Tidak boleh mengatakan masakan tidak enak di depan bibi yang memasak/
menyuguhkan makanan. Jika tidak enak, cukup makan sedikit.
6. Menyerobot antrean di wc tanpa persetujuan para pengantre lain, karena alasan kebelet.
7. Dilarang kepo dengan tidak membaca bbm/surat/diary siapa pun, kecuali memang diperlihatkan.
8. Semarah-marahnya kita, tak boleh memukul, merusak barang, membanting pintu dan berteriak. Ngomel dan berdebat diperbolehkan, tapi tak ditolerir berkata kotor/kasar.
9. Mengecilkan volume atau mematikan tv jika ada yang sholat, mengaji, belajar, dan tidur.
10. Minta uang pada kakak, tanpa konfirmasi atau komunikasi pada kakak ipar.
11.Mengatakan kado yang diterima tak sesuai, kepada yang memberi hadiah.
12. Mengatakan warna/model baju yang dipakai, tak cocok dengan dirinya di tengah acara berlangsung.
13. Memarahi anak buah, sopir, pembantu, anak sendiri, di depan orang lain.
14. Membiasakan anak-anak berterima kasih atau memiliki rasa terima kasih kepada siapa pun di rumah (orang tua, saudara sendiri, nenek, pembantu, sopir, tetangga, dsb), di sekolah (teman-teman, guru, penjaga sekolah), dan di lingkungan tempat dia bermain.
15. Di rumah juga dibiasakan anak-anak bilang permisi jika lewat, jika ingin memindahkan channel tv sementara ada orang lain sedang duduk di depan televisi (namun tidak menonton tv), atau jika akan memakai barang yang milik bersama.
16. Anak-anak juga harus melaporkan jumlah uang yang dipakai untuk jajan, naik taksi, atau membeli buku. Jika ada sisa, boleh dipakai asal bilang terlebih dahulu.

17. Dilarang mengaku-ngaku Ide/kerjaan rumah saudara sebagai kerjaannya, jika dia ikut andil, harus tetap bilang bahwa itu hasil kerja bersama.
18. Tidak patut menjelek-jelekan saudara sendiri untuk tujuan yang buruk, misalkan menarik simpati tamu.
19. Menginformasikan jika akan pulang terlambat atau makan di luar, sehingga orang di rumah tahu dan tidak menunggu.
20. Menghormati nenek adalah contoh yang paling akurat jika ingin bagaimana anak-anak memperlakukan kita sebagai orang tua. Karena saya selalu pamit, mencium ibu mertua saat akan pergi, menanyakan mau dibelikan apa? membawakan makanan yang beliau suka, berbincang sebentar ketika datang dan kebetulan beliau belum tidur, maka begitu juga yang dilakukan anak kepada saya.

Begitulah, manusia memang tak ada yang sempurna. Etika yang dipelajari di rumah pun bisa buyar karena pengaruh lingkungan yang buruk, atau tekanan hidup yang berat. Namun sebagai orang tua, kita harus bertekad memberi teladan kepada anak-anak, agar mereka "lulus" dan bisa hidup ber-etika sepanjang usia...


Jendral Urip, Desember 2014


Inka R Perwata

Selasa, 16 September 2014

BERSABAR ADALAH...

Thank God for today...

Bersabar adalah..
Memiliki mimpi yang indah mencapai sesuatu.
Dan tetap berusaha meraihnya, bahkan ketika jalan terasa buntu..

Bersabar adalah...
Tetap semangat dalam keterpurukan..
Tetap tersenyum dalam kesedihan..
Tetap kuat disaat hampir tak berdaya
Dan tetap yakin,
Tuhan akan mewujudkan apa yg kita ingin..

Bersabar adalah..
Menjaga hati disaat dada sesak  penuh emosi..
Menjaga ucapan disaat akan menyakiti
Menjaga sikap disaat ingin menunjukkan ego dan arogansi..

Bersabar adalah..
Bersujud menghadapNYA disaat kita sudah tak mampu bersimpuh..
Menangis kepadaNYA disaat telah kering airmata..
Memohon tak henti dalam doa, semua yang tak bisa dikatakan dalam lisan..

Bersabarlah,
Hari ini, esok dan sepanjang langkah,
Dalam sabar yang Indah..


Urip Sumoharjo,

Inka R Perwata

Senin, 15 September 2014

TRYING TO BE DIFFERENT

Thank God for today...



Hari ini saya ingin membuat meeting koordinasi --yang seringkali team kami lakukan di hari senin-- agak berbeda. Niatnya ingin out door meeting di halaman rumah, dengan meja taman yang sering dipakai untuk properti shooting.

Sayang, meeting dimulai siang hari karena ternyata pesan melalui blackberry di group soal jam meeting pagi tak masuk ke bb teman-teman.. Jadi sudah pasti halaman rumah yang hanya berisi rumput dan pohon belimbing itu, panasnya akan bukan main jika dipakai outdoor meeting siang hari. Supaya rapat tetap di meja taman, maka mejanya kemudian saya angkat ke dalam ruang tamu.

Jadilah rapat koordinasi di atas kursi taman tapi di ruang tamu.. Hehe.. sesekali berbeda dong ya.
Tetap asyik meeting koordinasinya, meski ngga jadi out door!

MENU MEETING
Di setiap meeting ada dua hal yang selalu disiapkan: Agenda meeting dan menu untuk meeting. Agenda sudah pasti segala urusan yang berhubungan dengan shooting, baik tugas penulisan maupun usulan-usulan kreatifnya. Nah, kalau Menu meeting isinya soal makanan-makanan yang akan tersedia sepanjang meeting, ini biasanya lebih menarik untuk dibicarakan. Karena saya biasanya melempar ke forum, mau makanan apa Senin besok?

Hari ini menu utama makan siang kami adalah Lontong Cap Gomeh. Terdiri dari potongan  lontong, suiran ayam dengan bumbu agak pedas, sambal goreng kentang, dan  kuahnya berupa sayur labu plus telor rebus. Emping dan bawang goreng melengkapi makanan lezat tersebut.
Makanan utama hari ini: Lontong Cap Gomeh. Its our fave menu for lunch!
Menu pelengkapnya makanan favorit yang wajib ada: lumpia tahu. Lalu dessertnya ada rujak dan es teler. Tak lama Dewi datang membawa siomay Bandung.. Waahh.. Lengkap sudah menu meeting siang ini.. Oh ya karena Vera, --salah satu penulis kami-- hari ini puasa, maka saya pun membungkus Lontong Cap Gomeh dan es telernya untuk dia berbuka. Semoga berkah puasanya ya Ver..

Terimakasih Mba Ji dan Mba Ati atas masakan-masakan lezatnya hari ini.. Thanks a lot for my team yang sudah menghabiskan semua makanan yang tersedia.. Semoga dari meeting hari ini menghasilkan karya yang baik dan bermanfaat. Thank God for today..


Urip Sumoharjo,

Inka R Perwata

Minggu, 07 September 2014

KATA IBU...



*Sebuah catatan kecil 
menyuarakan nurani ibu kepada anak-anaknya
yang ingin menyampaikan bahwa setiap anak istimewa,
dan rukunlah dalam persaudaraan...


Kata Ibu,

Setiap Anak adalah Bintang

Tak akan Indah malam, tanpa lukisan kerlip bintang yang padu



Kata Ibu,

Setiap Anak adalah tetes air dari Langit

Ketika menyatu, jadilah hujan yang berkah untuk manusia di Bumi



Kata Ibu,

Setiap Anak adalah jiwa yang bebas

Ketika bersama, buatlah Kebebasan jadi karya besar yang manfaat bagi banyak umat



Kata Ibu,

Setiap Anak adalah Kekuatan.

Saling berpeganglah disaat sulit, dan berusahalah untuk tetap bangkit

Karena Oase kehidupan selalu menunggu karya setiap putra bangsa.. 

Inka R Perwata


Rumah Urip, 7 Sept 2014

PIJAR YANG TERUS MENYALA



Kenangan tentang Ibu...

Ibu adalah air yang mengalirkan kehidupan
Darinya semua kasih bermuara
Hingga kita bisa menyelam di dasar lautan hatinya yang tenang,
Dan berlayar di Samudra Kebahagiaan Maha luas

Ibu adalah udara lembut menentramkan,
Angin yang senantiasa menggelorakan semangat,
Dan tanah yang cadas untuk kita berpijak

Dalam kegelapan, ibulah pelita penuntun arah
Dia menerangi setiap tapak kehidupan
dan pijarnya terus menyala
Meski Ibu telah tiada...


Inka R Perwata


Jakarta, Sept 2014

 *Catatan kecilku ini pernah dibacakan Zahra Damariva pada 24 Nov 2012 di acara 'Bakti Untuk Negeri'- ANTV



Sabtu, 30 Agustus 2014

KULINERAN ALA MY TEAM

Pasukan berani mati, tapi takut lapar,

itu julukan team kami.

Dimana ada jajanan, di situ kami berada.


Team kerjaku yang kebanyakan perempuan punya slogan "Pantang Pulang sebelum Syuting Rampung", tapi itu rasanya sih slogan pencitraan doang ya. Sebetulnya kami lebih sering disebut sebagai "Pasukan Berani Mati, Tapi Takut Lapar" saking 'wajib'nya makan dan kulineran, dimana pun kami bertugas.

Kadang jika sedang menyusun jadwal kerja, --production schedule shooting--, Jadwal makan (makan dimana/beli apa/jam berapa) pasti sudah ikut dipikirkan. Misalnya, jika syuting di Jakarta: breakfast bekal nasi uduk masak sendiri atau lontong sayur beli di abang-abang. Makan siang: Padang dengan 2 lauk, makan malam jika kerjaan rampung cepat, tempat makan seperti Roti bakar Eddy di belakang Al Azhar, Bubur Ayam Sukabumi di Tebet, atau jajan di pinggiran jalan Menteng, jadi tempat favorit untuk makan malam sambil evaluasi.

Jika kami liburan atau kerja di luar kota, saat menyusun itinerarynya, tempat-tempat makanan enak pasti diperhatikan juga. Awalnya memang browsing dari internet, atau riset ke Lonely Planet. Bahkan saat survey lokasi syuting, tempat makannya ikut disurvey, dicicipi satu persatu. Aha! Gembulnya..

DARI BANDUNG SAMPAI BALIKPAPAN
Kami paling senang syuting atau liburan ke Bandung. Semua makanan disana enak rasanya. Di Bandung hampir pasti kami selalu makan di Madam Sari (Kartika Sari) atau Siomay Sam's' Strawberry.. Kalau rindu makan steak, pilihannya di Suis Setiabudi, atau Karnivor jalan Riau. Oleh-olehnya Batagor Riri, ongol-ongol Kartika Sari, dan Brownies Amanda.
Siomay Bandung ala Sam's Strawberry
Pulang dari Bandung, pasti mampir di KM 97. Aneka bubur dan baso tahu di cafe Mandiri, bersaing dengan mie Yamin dan Siomay di Bakmi Parahyangan. Waduuuhh, pilihan yang berat.

Jika tugas ke Bogor, Cimory riverside, atau warung makan haji Abas di Gadog Ciawi, jadi favorit. Namun jika kota Bogor yang dituju, resto de Daunan Kebon Raya Bogor dan MP atau Macaroni Panggang selalu disambangi setiap habis kerja. Jika masih ada waktu, soto mie bogor, asinan dan comro kami beli di pasar Gede.

Terbang ke Malang, kami pasti mampir di warung pecel Kawi. Selain bumbu pecelnya, tempe gorengnya uenaak tenan. Kalau mau agak resto, kami datang ke Dermaga festival kuliner di jalan Danau Toba.
Ke Malang, sudah pasti harus mampir di Pecel Kawi

Sebelum menyaksikan sunrise di Bromo


Di Yogya dan Solo, kulineran sangat luar biasa. Ke Yogya ngga afdol kalau tak makan bakmi Kadin, gudeg di sepanjang jalan Wijilan, sego kucing dan ayam bakar madu di Raminten, sate Klatak, dan ke resto Jejamuran di seputar Kaliurang.

Gudeg Yu Jum yang dibeli di jalan Wijilan. Enak bagi yang suka rasa manis.
Di Solo, sarapan maha penting di Soto Gading, makan nasi liwet Yu Sani, atau sate ayam di resto Adem Ayem selalu tak terlewatkan. Begitu juga jajan serabi solo Notosuman, ayam bakar Ojo Gelo seerta ayam goreng Mbak Karto, atau pun malam-malam nongkrong di pusat kuliner Galabo..

Di Semarang lebih 'edan' lagi jika kulineran, yang pasti dari kota inilah asalnya soto Bangkong, lumpia Semarang yang lezat, tahu gimbal, tahu pong, mie kopyok, nasi pecel, dan banyaak lagi. Simpang Lima jadi pusat kulineran saat malam, dan tempat oleh-oleh terkenal ada di jalan Pandanaran. Jika ingin makan ice cream dan kue-kue jadul, pasti kami mampir ke  Toko Oen, di jalan Pemuda,

Karena kami beberapa kali tugas di BalikPapan, maka sudah pasti makan berat di warung Padang Upik,  dan yang tak akan terlewat adalah menikmati seafood di resto Ocean pinggir laut. Saat pulang, kami membawa kue bingka kentang Stall Kuda, dan kepiting Kenari atau Dandhito. Pilihan rasa lada hitamnya mantap!

Di Bali, tempat makan favorit kami salah satunya di resto Ayam Pelengkung jl. Tuban,  bubur Laota tengah malam pun tak pernah terlewat. Bebek Tepi Sawah saat ke Ubud, dan.. tentu saja menyempatkan nongkrong sambil menikmati  banana pancake di Made's' Warung,  atau jajan pecel di warung Bu Tinuk.

Bubur Laota, tempat favorit jika kami ke Bali



Banana Pancake Made's Warung
Saat syuting di Singapore, mencari makan disana tak jauh-jauh dari Food Republic sejenis food court di mal-mal. Kadang juga  breakfast di IKEA. Tempat makan favorit kami di Singapore ada di seputaran River Valley, nama restonya Spize. Disana es Lechy tea jadi andalan. Bayangkan dalam 1 gelas minuman seharga 6 SGD itu, ada 8 leci besar-besar di dalamnya! Hmm.. Makanan disana selain halal, enak, murah, porsinya memang banyak. Cocoklah untuk para kru syuting yang perlu perbaikan gizi, haha..
Saat break shooting, sudah direncanakan makan apa dan dimana..
Fish n'Chips Spize bisa dimakan berdua bahkan bertiga, saking besar potongan ikan kakapnya. Soup Tom Yam seafoodnya lezaat, dengan pedas yang pas. Jangan lewatkan juga menikmati nasi goreng Kampoeng yang dibubuhi teri, dan dessert Banana Prata with ice cream..  Lezaaat!
Banana Prata with Ice cream di Spize... 1 porsi untuk 6 orang cukup nih..
Nama-nama tempat makan di atas belum termasuk resto kesukaan kami kalau 'terpaksa' harus makan di Mal. Atau food court. GM, KFC, Shabu Slim, Penang Bistro, Kopitiam, Paregu, dan banyak lagi.. 

POTLUCK & BOTRAM
Namanya ibu-ibu, sudah pasti kami semua mahir ke dapur! Suit-suit..  Yang paling jago masak diantara kami, sudah pasti Irene.. Selain kreatif bikin panganan, Irene juga rajin dan cekatan di dapur.. Semua yang dibuat oleh tangannya, pasti enaakk rasanya.. Andalannya Macaroni n'chesse panggang, Manggo Puding, Klappertaart, es Jelly Mocca, martabak, dan sebagainya. Teman-teman lain juga cukup ahli  ke dapur.. Kecuali saya mungkin. Andalan saya hanya membuat nasi goreng, dan bikin rujak.. Hehehe.. Itu pun hanya motongin buahnya, bumbu rujaknya yang ngulek pasti Mba Ati..

Nah, karena senangnya kami makan plus masak di dapur, kadang jika ada acara kumpul, kami saling membawa makanan.. Potluck membawa dessert, atau botram --semacam potluck khas sunda-- yang saling berbagi lauk pauk, sementara tuan rumah hanya menyediakan nasi yang digelar di atas daun pisang dan aneka sambal.. Kalau tak sempat masak sendiri, don't worry, beli juga boleh kok!

Contoh menu Botram. Ada sambel 'pecek' leunca, dijamin 'sehah'...
Saat Halal Bihalal 2014 kami potluck membawa makanan ringan
Ahh masih banyak pengalaman kulineran bersama team saya nih.. Tapi rasanya segini dulu aja tulisannya yaa.. Soalnya tengah malam menjelang subuh ini perut tiba-tiba terasa lapaarr.. kriuk kriuk...

Jend. Urip, 29 Agustus 2014

Jumat, 29 Agustus 2014

AIR ASIA MENJADI JENDELA DUNIAKU


Dulu, dunia luar hanyalah gambar.

Cerita riang perjalanan adalah bacaan seru di waktu luang.

Jajanan khas daerah, cukup saya cicipi lewat photographi.

Lalu Air Asia mengubah pandangan saya...



CITA-CITA SEJAK KECIL: PRAMUGARI
Saya tak seberuntung teman-teman lain dalam hal bepergian saat liburan. Jangankan pergi ke luar negeri, saat saya sekolah dan tinggal di Bandung dulu, pergi ke Jakarta dengan transportasi mobil 4848, adalah perjalanan yang tergolong mewah, hadiah juara kelas dari Oom dan Tante yang tinggal di Jakarta.

Meski demikian keinginan pergi ke luar kota atau ke luar negeri seperti yang biasa dilakukan teman-teman bersama keluarganya,  selalu tersimpan di hati. Bahkan sejak kecil hingga SMA, cita-cita saya tak berubah, ingin menjadi pramugari. Dalam bayangan saya, pramugari adalah profesi yang keren, menyenangkan, dan bisa melanglang buana secara gratis.

Lulus kuliah dari UI, pekerjaan saya sebagai wartawan kemudian memang mengharuskan saya bepergian ke luar kota, bahkan ke luar negeri. Hal itu tentu saja membuat saya sangat gembira. Beberapa kota di Asia sempat saya kunjungi, meski dalam rangka tugas.

Namun tetap, saya selalu bertanya-tanya apakah mungkin saya bisa berangkat ke luar negeri dengan uang sendiri, padahal saya kemudian menikah dan memiliki seorang anak,  sehingga ada prioritas pengeluaran yang harus diutamakan dari sekedar jalan-jalan.

MUSTAHIL BISA TRAVELLING
Kendala berikutnya adalah kemudian saya berhenti bekerja, dan merintis usaha bersama beberapa kawan di bidang kreatif. Hal ini pun membuat kesempatan menjadi lebih terbatas, karena ternyata memiliki usaha sendiri di Jakarta tak terlalu mudah, apalagi hanya dengan modal kecil, karena saya tak berani berhutang ke bank.

Tahun demi tahun, harapan semakin tipis, karena selain tiket penerbangan terkenal mahal dibandingkan tiket kereta dan bus, pada saat itu keluar negeri masih harus membayar fiskal yang cukup besar.

Meskipun begitu, hasrat saya mengenal dunia luar tak pernah padam. Saya sampai mencicil satu set ensiklopedia negara-negara di dunia, karena sangat ingin mengetahui keadaan kota-kota di bagian bumi yang lain, yang belum tentu bisa saya datangi. Yeaah.. bukankah "Buku adalah jendela dunia"?
Sudah hampir 16 tahun saya menyimpan satu set ensiklopedia ini

Di tahun 2008  saya baru mendengar ada penerbangan berbiaya rendah, Air Asia. Saat itu saya tak begitu tertarik, karena tak percaya bisa melakukan travelling dengan murah. Selain itu usia saya kemudian menginjak angka 45, rasanya mustahil bepergian sendiri apalagi dengan gaya backpacker yang kemudian menjadi tren. Pada saat itu pun, paspor saya telah lama mati.

Tapi kemudian sepupu-sepupu saya yang masih muda-muda mulai mengajak saya ikut jalan-jalan bersama,  naik Air Asia. Paspor pun mereka yang urus.  Perjalanan pertama dengan Air Asia di awal tahun 2009 itu hanya sampai Kuala Lumpur, lalu naik kereta ke Singapore, dan pulang dari Singapore ke Indonesia kembali dengan Air Asia. Pada saat itu, biaya fiskal sudah dihapuskan, cukup dengan menunjukkan kartu NPWP. Ketika dikalkulasi, biaya perjalanan pertama saya plus akomodasi selama 4 hari itu, hanya menghabiskan uang sekitar 1,5 juta. Eng ing eng..
Perjalanan Pertama dengan Air Asia
BERBURU TIKET HINGGA SUBUH
Dari perjalanan pertama itulah saya mulai memiliki harapan bisa bepergian, dan mulai membuka-buka website Air Asia. Saat week end, hampir pasti saya tak pernah lewatkan mengikuti periode promo yang ditawarkan Air Asia. Bahkan saya bisa tidur sore, untuk bangun tengah malam, demi memburu tiket murah Air Asia, saat promo berlangsung.

Di Indonesia saja, dengan Air Asia saya bisa ke beberapa daerah dengan sangat murah. Yang paling sering tentu saja ke Yogya dan Bali.. Hampir setiap tahun, sejak tahun 2010,  saya pergi berlibur ke dua tempat tersebut bersama anak saya, juga beberapa teman dan keluarganya, dengan tiket promo Air Asia.

Selain ke Yogya dan Bali, bersama Air Asia saya pernah ke Semarang, Surabaya, Makassar, dan Aceh. Untuk sampai ke Makassar dan Aceh, saya sampai rela lewat Kuala Lumpur, karena saat itu saya membeli tiket promo, ke KL Rp 99.000,-, dari KL ke Aceh, dan dari KL ke Makassar hanya 4 USD, alias sekitar Rp 40.000,- saja.  Saya sudah demikian gembira bisa melakukan perjalanan di negeri sendiri, dan dengan uang pribadi.
Bersyukur bisa memotret keindahan Aceh, salah satunya Masjid Baiturrahman ini.
Dari kota tujuan Air Asia saya selalu melakukan petualangan ke daerah lain. Untuk memotret Tongkonan, rumah adat suku Toraja ini, saya melakukan perjalanan 8 jam dari Makassar.

Sukses perjalanan dalam negeri, saya mulai memburu tiket untuk perjalanan ke luar negeri. Kadang mendapatkan tiket bisa 6 bulan hingga 1 tahun sebelum berangkat, tapi tak apa, saya malah jadi sempat menabung, mengatur jadwal kerja, mempersiapkan itinerary, membeli peta, memesan tiket-tiket on line di kota tujuan, dan menghubungi teman-teman yang ada di kota tujuan atau yang pernah kesana untuk sharing informasi..

DITERTAWAKAN TEMAN
Di Asia, saya menikmati tiket murah Air Asia selain berkali-kali ke Singapore, juga ke Kuala Lumpur, Penang, Bangkok, Phuket, Hoo Chi Minh, Hongkong,  dan Tokyo. Dengan Air Asia juga saya bisa pergi ke Perth dan Sydney 3 tahun lalu.
Bersama Bunda Fey --sahabat saya di Perth--  di depan Fremantle Prison, bekas penjara yang menjadi objek wisata.
Seharian saya habiskan hanya untuk memotret keunikan Gedung Sydney Opera House ini dari berbagai angle.


Perjalanan paling spektakuler dan tak pernah terbayangkan bisa saya lakukan adalah saat Air Asia membuka rute ke London. Saat itu saya merasa paling beruntung karena memiliki kartu kredit yang bekerja sama dengan Air Asia, sehingga bisa lebih dulu mencari tiket promo ke London. Dengan harga dasar Rp 170.000,-, saya akhirnya bisa mendapatkan tiket pp ke London hanya dengan Rp 417.000,-. Tak ada yang percaya. Bahkan ketika saya memberi informasi kepada teman-teman di status Facebook, semua tertawa. Atau menertawakan, tepatnya. Bahkan menggoda, "Paling kamu dibawa Air Asia di bagian ekor pesawat!", atau "Mungkin kamu dapat jatah berdiri kalii...". Juga, "Hati-hati diturunkan di tengah jalan, Ka," kata mereka. Hahaha..
Saat saya mendapatkan tiket penerbangan Air Asia ke London sebesar Rp170.000,-
Selama setahun sebelum saya benar-benar berangkat ke London, saya membaca banyak tulisan perjalanan ke sana. Saya catat semua tempat, dan mulai browsing lokasi-lokasi yang ingin saya tuju di Inggris. Saya juga mencari tiket promo kereta disana, hotel murah dengan review yang baik. Menambah tabungan setiap bulan, dan mengurus visa. Waktu itu, selain menikmati London, akhirnya saya pun menjelajah beberapa kota di Inggris Raya dengan kereta api. Tujuannya antara lain ke Manchester --tentu saja agar bisa menginjakan kaki di  lapangan Old Trafford--, kemudian ke York, mengunjungi kerabat di Leeds, dan sampai ke Edinburgh, ibu kota Scotlandia. Setelah mengunjungi kastil Urquhart dan danau Loch Ness yang terkenal itu, saya kembali ke London dari Edinburgh dengan budget airline Easy Jet. Sayang rute Air Asia ke London kemudian ditutup.
Menikmati free walking tour di kota London bersama Astrid Soedarwanto


Royal Mile, sebuah kawasan di Edinburgh yang menjadi World Heritage UNESCO
Oh ya, ngomong-ngomong budget airline, saya pernah naik beberapa maskapai penerbangan murah di luar negri antara lain, Easy Jet tadi, Jetstar, Virgin Australia, dan juga Tiger.  Jujur saja dibandingkan ke empat budget airline di atas, saya paling suka naik Air Asia. Dari tempat duduknya yang nyaman, sistem pemesanan di websitenya yang mudah, awak kabinnya yang keren dan ramah, serta yang juga penting, ada makanan yang bisa kita pesan melalui website, dengan rasa enak! Tak salah, Air Asia dinobatkan jadi budget airline terbaik di dunia versi majalah Skytrack, 6 tahun berturut-turut!

AIR ASIA MENGUBAH CARA PANDANG
Hal yang paling saya syukuri dengan hadirnya Air Asia, adalah meski dengan anggaran yang terbatas, saya bisa memperkenalkan berbagai tempat kepada anak saya, Rafa, sejak dia kecil. Saya bisa mengajaknya keliling Indonesia, juga bisa ke Singapore, KL, Bangkok, dan ke Tokyo dengan biaya murah. Dia belajar banyak dari setiap perjalanan yang kami lakukan. Dan ini banyak membuka wawasan sekaligus mengubah cara pandangnya terhadap sesuatu. Misalkan budaya masyarakat Jepang yang selalu terburu-buru, tapi tetap ramah jika kami bertanya. Lalu, kedisplinan  di Singapore, pentingnya transportasi MRT di dalam kota yang padat, pentingnya berhemat jika ingin melakukan perjalanan, serta rasa bersyukurnya bisa melihat langsung tempat-tempat wisata yang saya kenalkan lewat buku, sejak ia balita.
Bersama Rafa di bawah patung Hachiko di Shibuya, Jepang
Kini, meski usia hampir memasuki setengah abad, saya masih mampu berjalan jauh sambil menggendong ransel dan menyampirkan tas kamera SLR dengan cadangan baterai dan lensanya. Semua saya lakukan karena Air Asia mengubah hidup saya, dari hanya melihat keindahan tempat-tempat wisata lewat gambar dan buku, menikmati kisah perjalanan dan makanan-makanan khas daerah tertentu dari photo teman-teman, kini saya bisa datang langsung, melihat, merasakan, menikmati, dan memotret sendiri. Terimakasih Air Asia yang telah menjadi salah satu jendela duniaku.

Inka R. Perwata

Jakarta, 15 Agustus 2014 


Note: Terimakasih juga kepada sepupuku, Dewi, yang memperkenalkan sekaligus setengah memaksa naik penerbangan Air Asia 6 tahun yang lalu.