My Dream Journey


Sabtu, 30 Agustus 2014

KULINERAN ALA MY TEAM

Pasukan berani mati, tapi takut lapar,

itu julukan team kami.

Dimana ada jajanan, di situ kami berada.


Team kerjaku yang kebanyakan perempuan punya slogan "Pantang Pulang sebelum Syuting Rampung", tapi itu rasanya sih slogan pencitraan doang ya. Sebetulnya kami lebih sering disebut sebagai "Pasukan Berani Mati, Tapi Takut Lapar" saking 'wajib'nya makan dan kulineran, dimana pun kami bertugas.

Kadang jika sedang menyusun jadwal kerja, --production schedule shooting--, Jadwal makan (makan dimana/beli apa/jam berapa) pasti sudah ikut dipikirkan. Misalnya, jika syuting di Jakarta: breakfast bekal nasi uduk masak sendiri atau lontong sayur beli di abang-abang. Makan siang: Padang dengan 2 lauk, makan malam jika kerjaan rampung cepat, tempat makan seperti Roti bakar Eddy di belakang Al Azhar, Bubur Ayam Sukabumi di Tebet, atau jajan di pinggiran jalan Menteng, jadi tempat favorit untuk makan malam sambil evaluasi.

Jika kami liburan atau kerja di luar kota, saat menyusun itinerarynya, tempat-tempat makanan enak pasti diperhatikan juga. Awalnya memang browsing dari internet, atau riset ke Lonely Planet. Bahkan saat survey lokasi syuting, tempat makannya ikut disurvey, dicicipi satu persatu. Aha! Gembulnya..

DARI BANDUNG SAMPAI BALIKPAPAN
Kami paling senang syuting atau liburan ke Bandung. Semua makanan disana enak rasanya. Di Bandung hampir pasti kami selalu makan di Madam Sari (Kartika Sari) atau Siomay Sam's' Strawberry.. Kalau rindu makan steak, pilihannya di Suis Setiabudi, atau Karnivor jalan Riau. Oleh-olehnya Batagor Riri, ongol-ongol Kartika Sari, dan Brownies Amanda.
Siomay Bandung ala Sam's Strawberry
Pulang dari Bandung, pasti mampir di KM 97. Aneka bubur dan baso tahu di cafe Mandiri, bersaing dengan mie Yamin dan Siomay di Bakmi Parahyangan. Waduuuhh, pilihan yang berat.

Jika tugas ke Bogor, Cimory riverside, atau warung makan haji Abas di Gadog Ciawi, jadi favorit. Namun jika kota Bogor yang dituju, resto de Daunan Kebon Raya Bogor dan MP atau Macaroni Panggang selalu disambangi setiap habis kerja. Jika masih ada waktu, soto mie bogor, asinan dan comro kami beli di pasar Gede.

Terbang ke Malang, kami pasti mampir di warung pecel Kawi. Selain bumbu pecelnya, tempe gorengnya uenaak tenan. Kalau mau agak resto, kami datang ke Dermaga festival kuliner di jalan Danau Toba.
Ke Malang, sudah pasti harus mampir di Pecel Kawi

Sebelum menyaksikan sunrise di Bromo


Di Yogya dan Solo, kulineran sangat luar biasa. Ke Yogya ngga afdol kalau tak makan bakmi Kadin, gudeg di sepanjang jalan Wijilan, sego kucing dan ayam bakar madu di Raminten, sate Klatak, dan ke resto Jejamuran di seputar Kaliurang.

Gudeg Yu Jum yang dibeli di jalan Wijilan. Enak bagi yang suka rasa manis.
Di Solo, sarapan maha penting di Soto Gading, makan nasi liwet Yu Sani, atau sate ayam di resto Adem Ayem selalu tak terlewatkan. Begitu juga jajan serabi solo Notosuman, ayam bakar Ojo Gelo seerta ayam goreng Mbak Karto, atau pun malam-malam nongkrong di pusat kuliner Galabo..

Di Semarang lebih 'edan' lagi jika kulineran, yang pasti dari kota inilah asalnya soto Bangkong, lumpia Semarang yang lezat, tahu gimbal, tahu pong, mie kopyok, nasi pecel, dan banyaak lagi. Simpang Lima jadi pusat kulineran saat malam, dan tempat oleh-oleh terkenal ada di jalan Pandanaran. Jika ingin makan ice cream dan kue-kue jadul, pasti kami mampir ke  Toko Oen, di jalan Pemuda,

Karena kami beberapa kali tugas di BalikPapan, maka sudah pasti makan berat di warung Padang Upik,  dan yang tak akan terlewat adalah menikmati seafood di resto Ocean pinggir laut. Saat pulang, kami membawa kue bingka kentang Stall Kuda, dan kepiting Kenari atau Dandhito. Pilihan rasa lada hitamnya mantap!

Di Bali, tempat makan favorit kami salah satunya di resto Ayam Pelengkung jl. Tuban,  bubur Laota tengah malam pun tak pernah terlewat. Bebek Tepi Sawah saat ke Ubud, dan.. tentu saja menyempatkan nongkrong sambil menikmati  banana pancake di Made's' Warung,  atau jajan pecel di warung Bu Tinuk.

Bubur Laota, tempat favorit jika kami ke Bali



Banana Pancake Made's Warung
Saat syuting di Singapore, mencari makan disana tak jauh-jauh dari Food Republic sejenis food court di mal-mal. Kadang juga  breakfast di IKEA. Tempat makan favorit kami di Singapore ada di seputaran River Valley, nama restonya Spize. Disana es Lechy tea jadi andalan. Bayangkan dalam 1 gelas minuman seharga 6 SGD itu, ada 8 leci besar-besar di dalamnya! Hmm.. Makanan disana selain halal, enak, murah, porsinya memang banyak. Cocoklah untuk para kru syuting yang perlu perbaikan gizi, haha..
Saat break shooting, sudah direncanakan makan apa dan dimana..
Fish n'Chips Spize bisa dimakan berdua bahkan bertiga, saking besar potongan ikan kakapnya. Soup Tom Yam seafoodnya lezaat, dengan pedas yang pas. Jangan lewatkan juga menikmati nasi goreng Kampoeng yang dibubuhi teri, dan dessert Banana Prata with ice cream..  Lezaaat!
Banana Prata with Ice cream di Spize... 1 porsi untuk 6 orang cukup nih..
Nama-nama tempat makan di atas belum termasuk resto kesukaan kami kalau 'terpaksa' harus makan di Mal. Atau food court. GM, KFC, Shabu Slim, Penang Bistro, Kopitiam, Paregu, dan banyak lagi.. 

POTLUCK & BOTRAM
Namanya ibu-ibu, sudah pasti kami semua mahir ke dapur! Suit-suit..  Yang paling jago masak diantara kami, sudah pasti Irene.. Selain kreatif bikin panganan, Irene juga rajin dan cekatan di dapur.. Semua yang dibuat oleh tangannya, pasti enaakk rasanya.. Andalannya Macaroni n'chesse panggang, Manggo Puding, Klappertaart, es Jelly Mocca, martabak, dan sebagainya. Teman-teman lain juga cukup ahli  ke dapur.. Kecuali saya mungkin. Andalan saya hanya membuat nasi goreng, dan bikin rujak.. Hehehe.. Itu pun hanya motongin buahnya, bumbu rujaknya yang ngulek pasti Mba Ati..

Nah, karena senangnya kami makan plus masak di dapur, kadang jika ada acara kumpul, kami saling membawa makanan.. Potluck membawa dessert, atau botram --semacam potluck khas sunda-- yang saling berbagi lauk pauk, sementara tuan rumah hanya menyediakan nasi yang digelar di atas daun pisang dan aneka sambal.. Kalau tak sempat masak sendiri, don't worry, beli juga boleh kok!

Contoh menu Botram. Ada sambel 'pecek' leunca, dijamin 'sehah'...
Saat Halal Bihalal 2014 kami potluck membawa makanan ringan
Ahh masih banyak pengalaman kulineran bersama team saya nih.. Tapi rasanya segini dulu aja tulisannya yaa.. Soalnya tengah malam menjelang subuh ini perut tiba-tiba terasa lapaarr.. kriuk kriuk...

Jend. Urip, 29 Agustus 2014

Jumat, 29 Agustus 2014

AIR ASIA MENJADI JENDELA DUNIAKU


Dulu, dunia luar hanyalah gambar.

Cerita riang perjalanan adalah bacaan seru di waktu luang.

Jajanan khas daerah, cukup saya cicipi lewat photographi.

Lalu Air Asia mengubah pandangan saya...



CITA-CITA SEJAK KECIL: PRAMUGARI
Saya tak seberuntung teman-teman lain dalam hal bepergian saat liburan. Jangankan pergi ke luar negeri, saat saya sekolah dan tinggal di Bandung dulu, pergi ke Jakarta dengan transportasi mobil 4848, adalah perjalanan yang tergolong mewah, hadiah juara kelas dari Oom dan Tante yang tinggal di Jakarta.

Meski demikian keinginan pergi ke luar kota atau ke luar negeri seperti yang biasa dilakukan teman-teman bersama keluarganya,  selalu tersimpan di hati. Bahkan sejak kecil hingga SMA, cita-cita saya tak berubah, ingin menjadi pramugari. Dalam bayangan saya, pramugari adalah profesi yang keren, menyenangkan, dan bisa melanglang buana secara gratis.

Lulus kuliah dari UI, pekerjaan saya sebagai wartawan kemudian memang mengharuskan saya bepergian ke luar kota, bahkan ke luar negeri. Hal itu tentu saja membuat saya sangat gembira. Beberapa kota di Asia sempat saya kunjungi, meski dalam rangka tugas.

Namun tetap, saya selalu bertanya-tanya apakah mungkin saya bisa berangkat ke luar negeri dengan uang sendiri, padahal saya kemudian menikah dan memiliki seorang anak,  sehingga ada prioritas pengeluaran yang harus diutamakan dari sekedar jalan-jalan.

MUSTAHIL BISA TRAVELLING
Kendala berikutnya adalah kemudian saya berhenti bekerja, dan merintis usaha bersama beberapa kawan di bidang kreatif. Hal ini pun membuat kesempatan menjadi lebih terbatas, karena ternyata memiliki usaha sendiri di Jakarta tak terlalu mudah, apalagi hanya dengan modal kecil, karena saya tak berani berhutang ke bank.

Tahun demi tahun, harapan semakin tipis, karena selain tiket penerbangan terkenal mahal dibandingkan tiket kereta dan bus, pada saat itu keluar negeri masih harus membayar fiskal yang cukup besar.

Meskipun begitu, hasrat saya mengenal dunia luar tak pernah padam. Saya sampai mencicil satu set ensiklopedia negara-negara di dunia, karena sangat ingin mengetahui keadaan kota-kota di bagian bumi yang lain, yang belum tentu bisa saya datangi. Yeaah.. bukankah "Buku adalah jendela dunia"?
Sudah hampir 16 tahun saya menyimpan satu set ensiklopedia ini

Di tahun 2008  saya baru mendengar ada penerbangan berbiaya rendah, Air Asia. Saat itu saya tak begitu tertarik, karena tak percaya bisa melakukan travelling dengan murah. Selain itu usia saya kemudian menginjak angka 45, rasanya mustahil bepergian sendiri apalagi dengan gaya backpacker yang kemudian menjadi tren. Pada saat itu pun, paspor saya telah lama mati.

Tapi kemudian sepupu-sepupu saya yang masih muda-muda mulai mengajak saya ikut jalan-jalan bersama,  naik Air Asia. Paspor pun mereka yang urus.  Perjalanan pertama dengan Air Asia di awal tahun 2009 itu hanya sampai Kuala Lumpur, lalu naik kereta ke Singapore, dan pulang dari Singapore ke Indonesia kembali dengan Air Asia. Pada saat itu, biaya fiskal sudah dihapuskan, cukup dengan menunjukkan kartu NPWP. Ketika dikalkulasi, biaya perjalanan pertama saya plus akomodasi selama 4 hari itu, hanya menghabiskan uang sekitar 1,5 juta. Eng ing eng..
Perjalanan Pertama dengan Air Asia
BERBURU TIKET HINGGA SUBUH
Dari perjalanan pertama itulah saya mulai memiliki harapan bisa bepergian, dan mulai membuka-buka website Air Asia. Saat week end, hampir pasti saya tak pernah lewatkan mengikuti periode promo yang ditawarkan Air Asia. Bahkan saya bisa tidur sore, untuk bangun tengah malam, demi memburu tiket murah Air Asia, saat promo berlangsung.

Di Indonesia saja, dengan Air Asia saya bisa ke beberapa daerah dengan sangat murah. Yang paling sering tentu saja ke Yogya dan Bali.. Hampir setiap tahun, sejak tahun 2010,  saya pergi berlibur ke dua tempat tersebut bersama anak saya, juga beberapa teman dan keluarganya, dengan tiket promo Air Asia.

Selain ke Yogya dan Bali, bersama Air Asia saya pernah ke Semarang, Surabaya, Makassar, dan Aceh. Untuk sampai ke Makassar dan Aceh, saya sampai rela lewat Kuala Lumpur, karena saat itu saya membeli tiket promo, ke KL Rp 99.000,-, dari KL ke Aceh, dan dari KL ke Makassar hanya 4 USD, alias sekitar Rp 40.000,- saja.  Saya sudah demikian gembira bisa melakukan perjalanan di negeri sendiri, dan dengan uang pribadi.
Bersyukur bisa memotret keindahan Aceh, salah satunya Masjid Baiturrahman ini.
Dari kota tujuan Air Asia saya selalu melakukan petualangan ke daerah lain. Untuk memotret Tongkonan, rumah adat suku Toraja ini, saya melakukan perjalanan 8 jam dari Makassar.

Sukses perjalanan dalam negeri, saya mulai memburu tiket untuk perjalanan ke luar negeri. Kadang mendapatkan tiket bisa 6 bulan hingga 1 tahun sebelum berangkat, tapi tak apa, saya malah jadi sempat menabung, mengatur jadwal kerja, mempersiapkan itinerary, membeli peta, memesan tiket-tiket on line di kota tujuan, dan menghubungi teman-teman yang ada di kota tujuan atau yang pernah kesana untuk sharing informasi..

DITERTAWAKAN TEMAN
Di Asia, saya menikmati tiket murah Air Asia selain berkali-kali ke Singapore, juga ke Kuala Lumpur, Penang, Bangkok, Phuket, Hoo Chi Minh, Hongkong,  dan Tokyo. Dengan Air Asia juga saya bisa pergi ke Perth dan Sydney 3 tahun lalu.
Bersama Bunda Fey --sahabat saya di Perth--  di depan Fremantle Prison, bekas penjara yang menjadi objek wisata.
Seharian saya habiskan hanya untuk memotret keunikan Gedung Sydney Opera House ini dari berbagai angle.


Perjalanan paling spektakuler dan tak pernah terbayangkan bisa saya lakukan adalah saat Air Asia membuka rute ke London. Saat itu saya merasa paling beruntung karena memiliki kartu kredit yang bekerja sama dengan Air Asia, sehingga bisa lebih dulu mencari tiket promo ke London. Dengan harga dasar Rp 170.000,-, saya akhirnya bisa mendapatkan tiket pp ke London hanya dengan Rp 417.000,-. Tak ada yang percaya. Bahkan ketika saya memberi informasi kepada teman-teman di status Facebook, semua tertawa. Atau menertawakan, tepatnya. Bahkan menggoda, "Paling kamu dibawa Air Asia di bagian ekor pesawat!", atau "Mungkin kamu dapat jatah berdiri kalii...". Juga, "Hati-hati diturunkan di tengah jalan, Ka," kata mereka. Hahaha..
Saat saya mendapatkan tiket penerbangan Air Asia ke London sebesar Rp170.000,-
Selama setahun sebelum saya benar-benar berangkat ke London, saya membaca banyak tulisan perjalanan ke sana. Saya catat semua tempat, dan mulai browsing lokasi-lokasi yang ingin saya tuju di Inggris. Saya juga mencari tiket promo kereta disana, hotel murah dengan review yang baik. Menambah tabungan setiap bulan, dan mengurus visa. Waktu itu, selain menikmati London, akhirnya saya pun menjelajah beberapa kota di Inggris Raya dengan kereta api. Tujuannya antara lain ke Manchester --tentu saja agar bisa menginjakan kaki di  lapangan Old Trafford--, kemudian ke York, mengunjungi kerabat di Leeds, dan sampai ke Edinburgh, ibu kota Scotlandia. Setelah mengunjungi kastil Urquhart dan danau Loch Ness yang terkenal itu, saya kembali ke London dari Edinburgh dengan budget airline Easy Jet. Sayang rute Air Asia ke London kemudian ditutup.
Menikmati free walking tour di kota London bersama Astrid Soedarwanto


Royal Mile, sebuah kawasan di Edinburgh yang menjadi World Heritage UNESCO
Oh ya, ngomong-ngomong budget airline, saya pernah naik beberapa maskapai penerbangan murah di luar negri antara lain, Easy Jet tadi, Jetstar, Virgin Australia, dan juga Tiger.  Jujur saja dibandingkan ke empat budget airline di atas, saya paling suka naik Air Asia. Dari tempat duduknya yang nyaman, sistem pemesanan di websitenya yang mudah, awak kabinnya yang keren dan ramah, serta yang juga penting, ada makanan yang bisa kita pesan melalui website, dengan rasa enak! Tak salah, Air Asia dinobatkan jadi budget airline terbaik di dunia versi majalah Skytrack, 6 tahun berturut-turut!

AIR ASIA MENGUBAH CARA PANDANG
Hal yang paling saya syukuri dengan hadirnya Air Asia, adalah meski dengan anggaran yang terbatas, saya bisa memperkenalkan berbagai tempat kepada anak saya, Rafa, sejak dia kecil. Saya bisa mengajaknya keliling Indonesia, juga bisa ke Singapore, KL, Bangkok, dan ke Tokyo dengan biaya murah. Dia belajar banyak dari setiap perjalanan yang kami lakukan. Dan ini banyak membuka wawasan sekaligus mengubah cara pandangnya terhadap sesuatu. Misalkan budaya masyarakat Jepang yang selalu terburu-buru, tapi tetap ramah jika kami bertanya. Lalu, kedisplinan  di Singapore, pentingnya transportasi MRT di dalam kota yang padat, pentingnya berhemat jika ingin melakukan perjalanan, serta rasa bersyukurnya bisa melihat langsung tempat-tempat wisata yang saya kenalkan lewat buku, sejak ia balita.
Bersama Rafa di bawah patung Hachiko di Shibuya, Jepang
Kini, meski usia hampir memasuki setengah abad, saya masih mampu berjalan jauh sambil menggendong ransel dan menyampirkan tas kamera SLR dengan cadangan baterai dan lensanya. Semua saya lakukan karena Air Asia mengubah hidup saya, dari hanya melihat keindahan tempat-tempat wisata lewat gambar dan buku, menikmati kisah perjalanan dan makanan-makanan khas daerah tertentu dari photo teman-teman, kini saya bisa datang langsung, melihat, merasakan, menikmati, dan memotret sendiri. Terimakasih Air Asia yang telah menjadi salah satu jendela duniaku.

Inka R. Perwata

Jakarta, 15 Agustus 2014 


Note: Terimakasih juga kepada sepupuku, Dewi, yang memperkenalkan sekaligus setengah memaksa naik penerbangan Air Asia 6 tahun yang lalu.